PENGAWAL, HALTIM - Ketua umum Fadodara Institut Kabupaten Halmahera Timur, Yusri Pakanda menanggapi pernyataan ketua tim CSR PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI) Haltim, Julkifli Djafar yang mengatakan mahasiswa tidak usah demo.
Hal itu disampaikan disela-sela buka puasa dengan manajer PT. MHI bersama Mahsiswa Wasile Tengah dan Wasile Utara, Halmahera Timur, tepatnya di Caffe Paddock Gosoma Tobelo. Jum'at (24/5/2019) kemarin.
"Terkait dengan mahasiswa tidak usah melakukan demonstrasi, ini merupakan pembungkaman ruang menyampaikan pendapat dimuka umum," jelas Yusri Pakanda via WhatsApp. Minggu, (26/5/2019).
Menurutnya, kalaupun pernyataan tersebut diungkapkan dengan maksud bercanda, maka menurut hemat saya hal itu tidak etis. Karena pernyataan itu disampaikan di depan mahasiswa dan kapasitas Julkifli Djafar juga sebagai ketua KNPI Halmahera Timur (Haltim).
"Itu tidak etis, karena banyak teman-teman mahasiswa yang hadir saat itu. Apalagi kapasitas dia adalah Ketua KNPI Haltim yang notabene adalah garda terdepan pemuda. Kok cara berfikirnya seperti itu ya," ucap Ketua Fadodora Institut.
Lebih Lanjut, selaku senior dan publik figur yang dihargai dan disegani harusnya melontarkan ucapan yang pas, sehingga tidak memantik opini miring dari teman-teman yang lain.
Yusri Pakanda juga menambahkan, bahwa Mahasiswa, Pemuda, dan warga yang ada di tiga kecamatan di Haltim yang melalukan protes beberapa bulan yang lalu ke PT. MHI adalah bagian dari mempertahankan ruang hidup.
“Siapapun yang akan melakukan aksi demo atau menyampaikan pendapatnya kepada para pemangku kepentingan, termasuk PT. MHI, sebaiknya dibiarkan saja, apalagi ini berkaitan dengan ruang hidup. Semua warga negara punya hak konstitusional berpendapat dimuka umum selama sesuai aturan dengan undang-undang,” kata Yusri.
Dirinya berharap, ketika masyarakat menyampaikan aspirasinya di muka umum, harusnya diberikan kebebasan, jangan dibatasi (dilarang) selama penyampaian aspirasi itu masih dalam tahap wajar.
“Misalnya saja aspirasi yang disampaikan pemuda, masyarakat dan mahasiswa dari tiga kecamatan terkait tanah adat, itu wajar karena adat itu bukan main-main. Adat itu sakral termasuk dalam pelepasan tanah, pemberian gelar adat dan lainnya,” tutupnya. (*Can)