Penguatan Kebangsaan, Prima DMI Malut dan MTs Negeri 1 Ternate Gelar Seminar Deradikalisasi

Editor: Redaksi Malut author photo
Bagikan:
Komentar
PENGAWAL, TERNATE - Demi menanamkan nilai dan semangat kebangsaan, Perhimpunan Remaja Mesjid Dewan Mesjid Indonesia (Prima DMI) Maluku Utara bekerjasama dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Kota Ternate menggelar seminar bertajuk "Deradikalisasi Dalam Rangka Pencegahan Konflik Sosial Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW di Provinsi Maluku Utara. Bertempat di Aula MTs Negeri 1 Ternate, Dufa-Dufa, Kecamatan Ternate Utara. Jum'at (20/12/2019).

Seminar dihadiri kurang lebih 300 peserta yang melibatkan para siswa-siswi MTs Negeri 1 Ternate, Polwan Polres Ternate, Para Guru, serta tamu undangan. Sementara pemantik seminar yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Maluku Utara, KH. Sarbin Sehe, S.Ag. M.Pd.I, Kapolres Kota Ternate, AKBP Azhari Juanda, S.I.K, dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Ternate yakni Abdullah Sadik, SIP, M.Si

Kapolres Kota Ternate, AKBP Azhari Juanda, S.I.K mengatakan, radikalisme adalah sikap atau tindakan yang mengedepankan cara-cara kekerasan untuk menggapai sesuatu yang dianggapnya benar dan cendrung mengatasnamakan agama. Padahal tidak ada agama mengajarkan radikalisme termasuk juga agama Islam. Islam adalah agama yang cinta damai serta rahmatan lilalamin.

Lanjut Kapolres, ada beberapa ciri-ciri orang yang terpapar radikalisme, yaitu Fanatik yang berlebihan, Mengedepankan Ekslusifitasnya dan Mendadak anti sosial

"Fanatik artinya kalau orang tersebut kita ajak diskusi tentang agama, bahwa orang seperti ini mau benar sendiri, tidak mau kalah dan kita yang dibilang salah. Intinya mau mereka yang benar terus. Kedua, mengedepankan ekslusifitasnya, artinya dia lebih menonjolkan penampilannya, mengekslusifkan diri menganggap dirinya paling baik sementara yang lain tidak lebih bagus dari dia, bahkan dia memisahkan diri dari orang dan tidak mau bergabung dengan orang lain serta mereka mengolompokan diri secara terpisah melakukan kegiatan diam-diam tidak mau ditempat tempat yang ramai bahwa ingin menunjukan mereka ini berbeda dengan yang lain," jelas Azhari Juanda.

Lanjut dia, Mendadak anti sosial artinya yang selama ini mungkin dia ramah suka tersenyum tiba-tiba dia diam, teman bahkan orang tua juga sudah tidak mau lagi ditegur, bahkan memutus kontak dengan teman-temannya, ini hati-hati jangan-jangan dia terpapar radikalisme.

Kapolres juga menyentil terkait perkembangan paham radikalisme cendrung massif lewat media sosial seperti internet, facebook, istagram, whatsApps, youtube, telegram, twetter dan melalui bulletin atau selebaran.

"Nah disitu kita tetap hati-hati jika mengajak melakukan tindakan mengatasnamakan agama, jangan langsung terpengaruh karena banyak kasus yang bertebaran mengajak melakukan tindakan kekerasan dengan memaki, menghujat agama lain bahkan saling menghujat sesama agama sendiri. Ini adalah tindakan atau ajakan yang tidak benar," bebernya.

Maka Kapolres Azhari Juanda menyampaikan, bahwa Indonesia adalah rumah besar bagi semua suku, golongan dengan adanya Bhineka Tunggal Ika marilah kita jaga bangsa ini.

"Jadilah duta ataupun pelopor dilingkungan sekolah untuk menolak radikalisme.
Gunakan media sosial untuk tebarkan kebaikan dan ajakan untuk mencintai negara dan mengajak orang lain untuk tidak terpapar dengan cara mencintai sesama muslim, mencintai sesama kita yang beda agama dan cintailah negara ini," ajak Kapolres dihadapan ratusan siswa-siswi.

Sementara Kepala Kantor kementrian Agama Provinsi Maluku Utara, KH. Sarbin Sehe, S.Ag. M.Pd.I mengatakan, Islam yang kita kenal dengan istilah Islam whasatiah artinya Islam yang moderat, perilaku yang moderat. Namun kalau bagi muslim bahwa tidak ada yang benar kecuali Islam. Akan tetapi pada saat yang bersamaan kita juga mengakui bahwa diluar diri kita ada orang lain itulah yang disebut dengan moderasi beragama. Kita menyakini ajaran kita lebih bagus, tetapi juga tidak melupakan kalau ada ajaran orang lain yang menurut mereka juga bagus dan tidak bisa menafikan apalagi meniadakan satu sama lain, menghakimi sesama, bahkan saling mengkafirkan.

"Meskipun kita berbeda secara khilafiahnya, berbeda mazhabnya, berbeda fikih ibadahnya namun kita jadi satu kesatuan itulah kita sebut dengan moderasi beragama atau Islam whasatiah. Saya berharap peserta seminar bisa memahami betul soal moderasi beragama dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari," pinta KH. Sarbin Sehe.

Selain itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Ternate, Abdullah Sadik, SIP, MSi memaparkan,
Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta urutan ke enam di dunia dan terdapat banyak agama yakni memiliki 6 agama resmi dan ratusan agama suku. Misalnya suku Togutil bahwa dia beragama suku, mereka memiliki keyakinan diluar dari dirinya bahwa ada sesuatu.

Lanjut dia, sebagai bangsa yang besar kita sebagai generasi selain untuk mengisi kemerdekan kita wajib untuk menjaga bangsa ini. Sebab banyak bangsa-bangsa lain terpecah belah karena perbedaan.

"Afrika terpecah kerena perbedaan suku, India terpecah karena perbedaan agama (Pakistan, Banglades, India dll), Korea terpecah karena perbedaan Ideologi satunya komunis satunya non-komunis, bangsa Rusia dulu terkenal dengan Uni Soviet terpecah karena perbedaan etnik, German sempat terpecah menjadi German Timur dan Barat karena perbedaan Ideologi bahwa German Timur menganut komunis dan Barat Non komunis tetapi karena German memiliki rasa kebangsaan yang kuat dalam sejarah kebangsaan maka mereka bersatu kembali merobohkan tembok berlin yang memisahkan mereka sebagai satu bangsa. Jadi sekarang namanya German bersatu," jelas Kesbangpol Kota Ternate.

Nah dari situ kita dapat mencontohi semangat kebangsaan.
Kita sebagai bangsa Indonesia yang dibangun dari perbedaan perbedaan, misalnya sejarah 1908 tentang gerakan Budi Utomo, tahun 1928 yang dikenal dengan sumpah adalah gerakan kebangsaan, maka pada 1945 baru lahirnya negara lewat proklamasi.

"Tugas generasi kita hari ini selain mengisi kemerdekaan juga harus menjaga bangsa ini, cinta terhadap tanah air, dan kita tidak ingin negara ini seperti bangsa lain yang terpecah belah karena perbedaan," tegasnya.

Kepada Pengawal Malut, Ketua Umum Wilayah Prima DMI Malut, Muhammad Haikal Dapitan menyampaikan rasa bersyukur terselengaranya seminar dengan tema “Deradikalisasi Dalam Rangka Pencegahan Konflik Sosial Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW di Provinsi Maluku Utara”. Ini sebagai langkah ikhtiar untuk selalu mendidik anak sekolah umumnya dan khususnya DMI.

Menurutnya perkembangan radikalisasi di media sosial dan pemuda adalah objek gampang terpengaruh dengan hoak yang disebarkan. Oleh karena itu, dirinya semua pihak agar sama melakukan pembinaan yang intens terkait pencerahan dalam menggunakan media sosial sehingga bisa penyebaran hoak bisa diminimalisir.

"Masa depan bangsa ini tergantung anak muda, jika pemudanya hancur
maka hancurlah bangsa ini. Namun dengan penuh yakin jika pemuda itu baik, maka bangsa ini akan lebih baik kedepan," ucap M. Haikal.

Dirinya berharap, kedepan Kakanwil mengaktifkan elemen yang bersentuhan dengan kegiatan seperti seminar, sehingga kami DMI juga melaksanakan program-program yang bersentuhan demi persatuan bangsa dan juga melakukan safari diseluruh mesjid mesjid untuk membangkitkan semangat para remaja mesjid sebagaimana dulu. (*Red)
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini